Berbalik, berarti pergi melawan arah semula yang sedang ditempuh, dan sejenak sebelum kau memutuskannya ada saatnya kau diam, merenung bingung. Orang bilang itu namanya dilema. Sampai akhirnya kau memutuskan sesuatu yang tak biasanya. Nah, saat itulah aku sebut itu 'Titik Balik'.
Berjalan sesuai arah rasa, bertahun-tahun lamanya ternyata melelahkan juga.
'Ayook jangan menyerah..' , kata sang hati.
'Kenapa harus diam stagnan menunggu dan memelihara sesuatu yang tak tahu penghujungnya?' , jawab sang pikir.
'Sesuatu yang kau rasa baik, harus diperjuangkan..', debat sang hati.
'Tapi Allah lebih Mengetahui mana yang jauh lebih baik bagi kita..', pangkas sang pikir.
Hyalaah, beradu rasa dan pikir takkan pernah habis rupanya. Nampaknya ada secuil kekhilafan yang seharusnya ditanamkan dalam sebuah pilihan perjalanan. Keee ii maa naan.. Yah keimanan! Kadang kala kita lupa, memilih rasa lebih dulu ketimbang keimanan. Rasa suka ataupun tidak suka itu timbul dari hati yang sejatinya jujur pada diri memang. Tapi hati, takkan pernah mampu berpandangan lurus tanpa didasari dengan 'iman'. Sebuah kata yang sarat makna.
Kenapa harus mengedepankan iman?
Karena iman kepada Allah lah yang akan mengantarkan kita pada tujuan hidup yang jelas dan hakiki. Percayalah, akan ada hadiah istimewa dari Sang Maha Pemurah bagi siapa saja yang mengedepankan keimanan dibandingkan rasa.
Hidup memang sebuah pilihan, melanjutkan dengan penuh ketidakpastian dan terombang-ambing di lautan rasa. Atau kau justru ingin mencoba menginjakkan pilihan pada sebuah titik balik yang mengubah hidupmu jadi lebih bermakna karena kau sertakan Allah di dalamnya.
---------------------------------
Sebuah titik balik, inilah saatnya kau berbalik, kembali meneguhkan diri pada ketetapan hidup yang sudah Allah rancang dan tertulis di lauhul mahfuzh.
Tetaplah teguh, jangan biarkan kau kembali berbalik dan tenggelam di lautan rasa yang semu dan tak berpenghujung itu.
'dia' bisa jadi bukan 'dia' yang Allah kehendaki.. Berbaliklah, dan peganglah kalimat 'Keimanan di atas Rasa'
Berjalan sesuai arah rasa, bertahun-tahun lamanya ternyata melelahkan juga.
'Ayook jangan menyerah..' , kata sang hati.
'Kenapa harus diam stagnan menunggu dan memelihara sesuatu yang tak tahu penghujungnya?' , jawab sang pikir.
'Sesuatu yang kau rasa baik, harus diperjuangkan..', debat sang hati.
'Tapi Allah lebih Mengetahui mana yang jauh lebih baik bagi kita..', pangkas sang pikir.
Hyalaah, beradu rasa dan pikir takkan pernah habis rupanya. Nampaknya ada secuil kekhilafan yang seharusnya ditanamkan dalam sebuah pilihan perjalanan. Keee ii maa naan.. Yah keimanan! Kadang kala kita lupa, memilih rasa lebih dulu ketimbang keimanan. Rasa suka ataupun tidak suka itu timbul dari hati yang sejatinya jujur pada diri memang. Tapi hati, takkan pernah mampu berpandangan lurus tanpa didasari dengan 'iman'. Sebuah kata yang sarat makna.
Kenapa harus mengedepankan iman?
Karena iman kepada Allah lah yang akan mengantarkan kita pada tujuan hidup yang jelas dan hakiki. Percayalah, akan ada hadiah istimewa dari Sang Maha Pemurah bagi siapa saja yang mengedepankan keimanan dibandingkan rasa.
Hidup memang sebuah pilihan, melanjutkan dengan penuh ketidakpastian dan terombang-ambing di lautan rasa. Atau kau justru ingin mencoba menginjakkan pilihan pada sebuah titik balik yang mengubah hidupmu jadi lebih bermakna karena kau sertakan Allah di dalamnya.
---------------------------------
Sebuah titik balik, inilah saatnya kau berbalik, kembali meneguhkan diri pada ketetapan hidup yang sudah Allah rancang dan tertulis di lauhul mahfuzh.
Tetaplah teguh, jangan biarkan kau kembali berbalik dan tenggelam di lautan rasa yang semu dan tak berpenghujung itu.
'dia' bisa jadi bukan 'dia' yang Allah kehendaki.. Berbaliklah, dan peganglah kalimat 'Keimanan di atas Rasa'